Rabu, 21 Maret 2012

Konsep Menstra dalam Usaha (1)

Entah, dari dulu memang tertarik atau memang alur waktu, sekarang saya jadi suka sekali konsep manajemen strategi. Kalau saya yang dulu - kurang lebih 4 tahun yang lalu - mungkin lebih semangat mempelajari menstra ini. Tapi kenapa dikasih-nya baru sekarang? Yah, inilah rencana Tuhan. Kalau saja diberikan 4 tahun yang lalu saat saya masih remaja dan begitu menggebu dengan yang namanya visi misi, mungkin yang bisa saya serap hanya kulitnya saja. Dan saya akan menjadi benar-benar pragmatis. Nah sekarang, sudah lebih tua dan bisa memahami esensi suatu hal. Jadinya punya arah tujuan yang lebih matang.
Yang ingin saya soroti dalam tulisan kali ini adalah musim makanan pedas. Tahun lalu, di Surabaya sudah mulai musim makanan pedas. Hanya saja dampaknya ke daerah baru terasa sekarang. Apalagi di Jember. Beberapa bulan terakhir mulai marak pedagang: mi lidi (pelopor), bakso granat, maicih,  dan yang belakangan adalah mie setan. Kalau saya ngga salah ingat, baru sebulan lalu dibuka ruko Mie dan Bakso Setan.
Yang ingin saya cermati, mengapa ruko itu dibuka atas nama Mie dan Bakso Setan? Bukankah pedas itu pilihan, selera. Dan orang kan ngga setiap hari ingin makan pedas. Apalagi menunya kalau ngga mie yaa bakso. Itu kan kurang strategis. Kalau menurut saya - andaikan saya pemilik usaha tsb nih yaa - saya akan buka restoran saja. Kemudian di restoran itu akan saya buat beragam menu untuk pelanggan. Nanti, mie setan dan bakso setan akan saya jadikan salah satu menu khusus untuk menarik pelanggan dan sebagai salah satu menu khas resto saya.
Jadinya kan, nanti pelanggan kalau bosan sama mie setan bisa pilih menu lain. Kadang ada orang masih belum kenyang rasanya kalau ngga makan nasi. Nah, kita sediakan itu! Selain itu, beragamnya menu ini bisa jadi strategi untuk mempertahankan pelanggan.
Tapi itukan kalau saya yang jadi bosnya. Konsep Mie Setan itu juga sudah oke kok. Tinggal menambahkan menu lain saja di listnya. Selesai deh! Gampang, kan.

Mahasiswa: Agent of Change?

Mahasiswa. Ada yang skeptis mendengarnya, adapula yang kagum dan berharap banyak. Seorang teman di grup facebook angkatan ada yang posting pertanyaan berkaitan dengan mahasiswa dan agent of change. Sebenarnya sudah dari beberapa minggu terakhir berkecamuk banyak hal dipikiran yang sangat ingin saya tuangkan kedalam tulisan termasuk mengenai pertanyaan ini, hanya saja masih menang malasnya daripada 'ingin'-nya.
Kembali ke pertanyaan diatas. Menurut saya pribadi, setelah ikut mengamati teman-teman yang KKN dan ikut kegiatan yang frekuensinya masih seumur jagung, mahasiswa sebenarnya dimaksudkan dan ditujukan untuk menjadi agent of change. Lebih tepatnya itu adalah idealisme dan public hope. Mengapa saya katakan 'sebenarnya'? Karena mahasiswa harus KKN, harus magang. Tujuannya dari semua itu adalah mendidik dan mendorong mahasiswa agar menjadi seorang agent of change yang dekat dengan publik (magang) maupun masyarakat (KKN).
Bukankah pada kenyataannya mahasiswa adalah manusia biasa yang tak luput dari khilaf, dan juga sebagai manusia mahasiswa memiliki persepsinya sendiri dalam memahami sesuatu, terutama dalam materi kuliah yang didapat selama di universitas. Jadi, pasti akan terbentuk beragam persepsi pribadi yang lebih menentukan pemikiran dan jati diri seseorang daripada public hope itu sendiri.
Mahasiswa sangat sangat diharapkan menjadi seorang agen perubahan. Apa yang didapat mahasiswa dibangku kampus - jika boleh saya andaikan - sudah masuk level intermediate. Sedangkan anak SMA masih beginner alias pemula. Mau yang niat, yang ga niat, yang rajin, yang ogah-ogahan, semua mahasiswa basicnya intermediate. Baru kalau yang niat, yang rajin, yang nyantol, dapet dobel pangkat ke advance level.
Mengapa saya katakan sangat sangat diharapkan?
Memang, KKN itu hanya berbobot 3 sks. Tapi toh ga sedikit universitas yang mewajibkan mahasiswanya untuk KK. Jadi memang sebagai mahasiswa harus menyadari harapan publik yang melekat pada diri dan titel seorang mahasiswa. Bagaimana caranya? Saya kira, seiring dengan terbentuknya persepsi pribadi dan pemahaman terhadap materi kuliah, mahasiswa harus selalu ingat dengan peran seorang mahasiswa dan public hope yang terbentuk di masyarakat. Dengan demikian, diharapkan mahasiswa dapat lebih fleksibel  dan lebih bijak menanggapi masyarakat pada umumnya.