Senin, 21 Desember 2009

Menanggapi Kasus Menkeu Sri Mulyani

Kamis, 17 Desember 2009
Andai Sri Mulyani Harus Diganti
Oleh: P.M. Erza Killian *)

KITA menginginkan negara melakukan fungsi melindungi kita. Namun, ternyata negara berkhianat dan justru memeras rakyatnya sendiri. Jangan lupa, apakah itu pasar bebas atau negara, mereka bisa menciptakan keadaan negatif kalau tanpa dicek... (Sri Mulyani Indrawati, 2009).

Karir Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati semakin berada di ujung tanduk. Setelah rakyat dan beberapa partai besar beramai-ramai mendesak Sri Mulyani dan Boediono dinonaktifkan selama masa penyelidikan Pansus Century, Sri Mulyani kembali menjadi musuh publik. Itu terjadi sesudah muncul rekaman percakapan yang ditengarai sebagai dialog antara dia dan Robert Tantular untuk "mengondisikan" proses bailout Bank Century.

Masalah yang terus-menerus muncul dan menyudutkan Sri Mulyani itu sangatlah mungkin menuju pada pencopotan dia sebagai Menkeu. Sangat tragis jika karir salah seorang menteri keuangan terhebat yang pernah dimiliki Indonesia tersebut harus berakhir dengan citra negatif.

Kepercayaan Internasional

Sri Mulyani adalah salah seorang tokoh utama dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia selama minimal empat tahun terakhir. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia mengakumulasi cadangan devisa tertinggi yang pernah diraih, yakni USD 50 miliar. Juga, berhasil mengurangi angka utang publik secara signifikan sehingga meningkatkan kredibilitas Indonesia di mata internasional dan investor asing.

Sebagai individu, Sri Mulyani juga berhasil memperoleh pengakuan dan kepercayaan internasional dengan berada di posisi ke-23 dalam daftar 100 wanita paling berpengaruh di dunia versi majalah Forbes pada 2008. Dia pun menjadi menteri keuangan terbaik dunia versi beberapa majalah regional dan internasional.

Dengan berbagai pencapaian dan kebijakannya, Sri Mulyani berhasil mengembalikan kepercayaan internasional terhadap perekonomian Indonesia dan meningkatkan kepercayaan investor asing hanya dalam kurun waktu empat tahun. Satu hal yang mungkin tidak akan dapat dicapai dengan mudah oleh pendahulu-pendahulunya.

Peran besar Sri Mulyani juga diakui oleh beberapa pelaku bisnis dan pengamat ekonomi internasional. Mereka menyatakan bahwa salah satu kunci utama keberhasilan perekonomian Indonesia dalam kurun waktu empat tahun terakhir adalah kepercayaan pasar internasional yang cukup besar terhadap tim ekonomi Indonesia yang dikendalikan oleh Sri Mulyani.

Sri Mulyani juga tokoh yang secara internasional dianggap paling berjasa dalam menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi global pada 2008 dan bahkan sanggup tetap mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 4,9 persen, angka pertumbuhan tertinggi di kawasan Asia Tenggara (Global Post, 2009). Selama kurun waktu kepemimpinannya, Sri Mulyani tidak hanya berhasil menumbuhkan kepercayaan dunia internasional yang sangat besar terhadap ekonomi Indonesia, tapi juga menciptakan kepercayaan dan ketergantungan dunia internasional terhadap dirinya dan kebijakan yang dibuatnya. Dapat dikatakan, Sri Mulyani adalah salah satu "jaminan" bagi kepercayaan dunia internasional atas kinerja ekonomi kita. Suatu peran berat yang akan sulit diikuti oleh para penerusnya.

PR Berat Pemerintah

Skandal yang melibatkan Sri Mulyani menyisakan PR yang sangat berat bagi pemerintah. Tidak saja bahwa pemerintah kembali menghadapi krisis kepercayaan dari dalam negeri, pemerintah juga sangat berpotensi menghadapi krisis kepercayaan dari dunia internasional. Akan sangat sulit menemukan orang yang dapat dengan cepat dan tepat menggantikan posisi Sri Mulyani di perekonomian kita dan tetap mempertahankan kepercayaan internasional atas kinerja perekonomian kita. Seperti yang dikemukan oleh David Fernandez, kepala bidang penelitian ekonomi Asia J.P. Morgan, tidak akan mudah menutup credibility gap yang akan muncul jika Sri Mulyani benar-benar berhenti.

Dengan kredibilitas yang dimilikinya, Sri Mulyani adalah salah satu "jaminan" yang dilihat oleh dunia internasional. Namun, di sisi lain, pemerintah Indonesia pun tidak akan mungkin membiarkan skandal Century yang ditengarai melibatkan Sri Mulyani lepas begitu saja karena berpotensi menghasilkan ketidakstabilan politik dan ekonomi.

Bagaimanapun hasil akhirnya nanti, dilema besar sedang dihadapi pemerintah. Jika pun Sri Mulyani sebenarnya tidak bersalah dan hanya menjadi korban, itu sudah sangat sulit dibuktikan di tengah pengadilan rakyat yang semakin marak. Melihat tren politik yang ada, sangat mungkin karir Sri Mulyani akan segera berakhir.

Jika nanti Sri Mulyani memang benar-benar diberhentikan, pemerintah harus segera memutar otak untuk mencari pengganti yang sekelas Sri Mulyani. Namun, itu jelas bukan hal yang mudah. Kepercayaan internasional atas kinerja Sri Mulyani adalah sesuatu yang dibangun selama bertahun-tahun. Karena itu, kita mungkin akan melihat penurunan kepercayaan (confidence) dari dunia internasional terhadap perekonomian kita.

Bagaimanapun, keadilan harus tetap ditegakkan. Jika Sri Mulyani memang bersalah, Indonesia tetap harus mengambil risiko demi sebuah keadilan. Sangat disayangkan bahwa skandal ini justru harus menimpa seorang menteri yang dulu dengan lantangnya mengatakan bahwa, "Saya ingin menjadi bagian dari pemerintah yang dipercaya oleh masyarakat. Saya tahu itu tidaklah mudah. Tapi, prinsip itu telah menjadi dasar bagi keputusan-keputusan yang saya ambil." Apakah prinsip tersebut masih berlaku ataukah hanya tinggal retorika belaka?

Sangat mungkin kita akan segera memasuki babak baru dalam perekonomian kita. Era ekonomi Indonesia tanpa Sri Mulyani. Pertanyaannya, mampukah Indonesia bertahan dan melepaskan diri dari bayang-bayang Sri Mulyani? (*)

*) Penulis adalah staf pengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Brawijaya, Malang


Blogger:

Dari apa yang telah dicapai oleh Sri Mulyani, saya rasa akan sulit sekali bagi Indonesia khususnya untuk kembali mendapatkan kredibilitasnya didunia internasional. Mungkin masyarakat umum tidak terlalu merisaukannya, karena sesungguhnya masyarakat Indonesia kebanyakan kurang peduli terhadap hal-hal seperti kredibilitas negaranya dimata dunia. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah terlalu jenuh dan susah dengan beban yang berbeda-beda. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas pemerintah untuk mencari jalan keluar dan mencari orang sekelas Sri Mulyani untuk mempertahankan kredibilitasnya dimata dunia. Negara ini akan selalu ada dalam bayang-bayang Sri Mulyani apabila pemerintah kehilangan kepercayaan dunia internasional selepas pe-nonaktif-an Sri Mulyani.

Minggu, 20 Desember 2009

Telaah Buku Konsolidasi Demokrasi


Telaah Buku “KONSOLIDASI DEMOKRASI” oleh

Diterbitkan oleh : Forum Komunikasi Partai Politik dan Politisi untuk Reformasi
d/a. Friedrich-Naumann-Stiftung
Jl. Rajasa II No. 7
Jakarta 12110
Telepon : 62-21-7256012; 7256013
Telefaks: 62-21-7203868
Email : sekretariat@forumpolitisi.org
Situs : http//www.forum-politisi.org


Buku Konsolidasi Demokrasi merupakan hasil kerja forum politisi selama sepuluh bulan, yang terbagi dalam workshop, yang diadakan 3 minggu sekali, kemudian pertemuan kerja rutin, yang diadakan juga setiap 3 minggu sekali. Dalam setiap kegiatan Forum Politisi tersebut, selalu diundang narasumber baik dari partai politik maupun para pakar yang mempunyai kualifikasi sesuai dengan tema bahasan masing-masing kegiatan, seperti:
• Model Pengembangan Partai Politik Pro Rakyat (Syamsudin Haris, LIPI dan Hasto Kristiyanto PDI-Perjuangan)
• Partisipasi Publik dalam Politik (Effendi Ghazali, Universitas Indonesia)
• Peningkatan Pengawasan Legislatif terhadap Eksekutif (Panda Nababan, PDIP, Nusron Wahid, Partai Golkar dan Tommy Legowo, CSIS)
• Keuangan Partai Politik (Luky Djani, ICW)
• Pengelolaan Hubungan dengan Konstituen (Alvin Lie, PAN)
• Penanganan Konflik Internal Partai (Ikrar Nusa Bhakti, LIPI)
• Rekrutmen dan Pelatihan Anggota (Marzuki Darusman, Partai Golkar)
• Seleksi Kandidat dan Pimpinan Partai (Hasto Kristiyanto, PDIP dan Hermawi Taslim, PKB)
Puncak dari kegiatan Forum Politisi tahun 2005 adalah Penyelengaraan Pertemuan Nasional Forum Politisi di Hotel Hilton Jakarta, yang mana menghadirkan sekitar 240 politisi dan pengurus partai politik baik dari tingkat nasional maupun dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk menguji hasil-hasil kerja Forum Politisi, yang telah dikelompokkan menjadi 6 tema, yaitu : Keuangan Partai Politik, Hubungan dengan Konstituen, Rekrutmen Anggota dan Seleksi Kandidat, Pengembangan Struktur Internal Parpol, Konflik Internal Parpol dan Peningkatan Kinerja Parlemen.

Hasil akhir dari Pertemuan Nasional Forum Politisi inilah yang kemudian dijadikan dasar utama publikasi buku Konsolidasi Demokrasi cetakan pertama, yang telah diterbitkan pada bulan Februari 2006 lalu. Forum Politisi sangat berterima kasih sekali atas berbagai masukan, yang berupa komentar, saran dan kritik dari para pembaca, antara lain: tata letak yang kurang baik, gambar logo partai yang kurang lengkap, kurang lengkapnya pemuatan tentang kerja Forum Politisi, dll.

Di luar masukan tentang kekurangan pada penerbitan buku Konsolidasi Demokrasi cetakan pertama, juga terdapat input-input tentang pentingnya substansi buku tersebut disosialisasikan lebih luas dikalangan masyarakat, terutama di kalangan politisi dan pengurus partai politik di berbagai tingkatan. Permintaan untuk dikirimkan buku Konsolidasi Demokrasi terus masuk ke Sekretariat Forum Politisi, sementara buku cetakan pertama sebanyak 3000 eksemplar telah habis didistribusikan.

Berangkat dari kenyataan di atas dan adanya dukungan dana dari Kementerian Luar Negeri Jerman melalui Kedutaan Jerman di Indonesia dan Friedrich Naumann Stiftung Jakarta lagi, maka Forum Politisi menerbitkan cetakan kedua buku ini.
Cetakan kedua buku Konsolidasi Demokrasi ini tidak hanya mempunyai penampilan sampul luar dan tata letak yang berbeda dari cetakan pertama, melainkan buku cetakan kedua ini dilengkapi dengan ringkasan hasil kerja dan ringkasan hasil-hasil studi Forum Politisi, yang kami anggap signifikan dengan isi buku, seperti :

1. Ringkasan Hasil Studi tentang Parlemen :

• Struktur DPR yang Merespon Peran dan Fungsi Lembaga Perwakilan Rakyat
Oleh Bivitri Susanti, Binziad Kadafi, Reny Rawasita Pasaribu, November 2005
• Pemetaan Masalah Parlemen – Ditinjau dari Peraturan Tata Tertib DPR RI
Oleh Riris Katharina, Oktober 2005
• Proses Legislasi di Indonesia
Oleh Dr. Stephen Sherlock, Oktober 2005
• Analisa Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia
Oleh Smita Notosusanto

2. Ringkasan Hasil Studi Parpol :

• Assessment Kelengkapan Struktur dan Mekanisme Partai Politik di Indonesia
Oleh Sebastian Salang dan Tim
• Analisa AD/ART Partai-Partai Politik
Oleh Smita Notosusanto
• Standar Akuntasi Keuangan Khusus Partai Politik
Oleh Rini P. Radikun, Mahmudin Muslim, Ragil Kuncoro dan diedit
oleh Emmy Hafild (Tranparency International Indonesia)

Materi Buku
Tidak ada demokrasi tanpa partai politik. Jadi, tidak ada demokrasi kuat tanpa partai politik yang kuat (Riswandha Imawan, Guru Besar Ilmu Politik UGM). Di dalam partai politik dan di parlemen masih terlihat adanya kelemahan-kelemahan, baik di tingkat struktur dan infrastruktur organisasi sampai rendahnya keteladanan dan komitmen elite partai serta anggota dewan. Kondisi ini merupakan perkembangan yang kurang menyenangkan dan membahayakan bagi proses konsolidasi demokrasi.
Forum bersama bagi partai-partai politik dan anggota parlemen dari berbagai fraksi di DPR RI. Pada pertemuan pertama para inisiator yang berlangsung pada tanggal 12 Mei 2005, di Jakarta, diputuskan membentuk Forum Komunikasi Partai Politik dan Politisi untuk Reformasi, yang secara singkat disebut Forum Politisi.
Tujuan pembentukan forum ini adalah mencari jawaban bersama atas problem-problem yang dihadapi partai politik dan parlemen – diantaranya deparpolisasi dan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap parlemen sekaligus mendesain sebuah agenda bersama untuk memperkuat partai politik dan parlemen. Lebih jauh, Forum ini juga bertujuan menyediakan wadah bagi peningkatan kompetensi dan membangun saling pengertian di antara para politisi dan partai politik, serta mendorong pembangunan politik dalam rangka mewujudkan kehidupan politik nasional yang lebih transparan dan demokratis.
Untuk merealisasi tujuan tersebut, Forum Politisi telah melakukan berbagai kegiatan, antara lain workshop dan pertemuan kerja rutin yang masing masing diadakan setiap dua minggu sekali. Forum Politisi juga melakukan penelitian dan wawancara dengan para tokoh dan pejabat, terkait dengan penguatan partai politik dan parlemen. Tema-tema yang dipilih Forum Politisi sengaja tidak dikaitkan dengan isu-isu politik aktual, melainkan berdasarkan urgensi bagi penguatan partai politik dan parlemen.
Dalam perjalanannya, ada kebutuhan agar hasil-hasil diskusi tersebut dapat disosialisasikan ke kalangan yang lebih luas, terutama kepada politisi lokal dari berbagai partai dan daerah di Indonesia. Untuk itu, Forum Politisi memprakarsai sebuah pertemuan nasional yang dimaksudkan untuk menguji sekaligus memperkaya gagasan-gagasan lokal yang dibawa oleh para politisi dan pengurus partai dari daerah.
Pertemuan Nasional Forum Politisi telah diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 2-4 Desember 2005, dan dihadiri oleh pengurus dan aktivis partai dari berbagai tingkatan, partai politik maupun fraksi. Pertemuan Nasional Forum Politisi dibuka oleh tokoh-tokoh politisi nasional dan ditutup oleh pimpinan partai-partai politik. Di antara pembukaan dan penutupan terdapat pleno dan enam kelompok kerja, yang terdiri dari kelompok kerja Keuangan Partai, Pola Hubungan dengan Konstituen, Rekrutmen Anggota dan Seleksi Kandidat, Pengembangan Internal Partai, Konflik Internal Partai serta Peningkatan Kinerja Parlemen.
Tidak seperti citra yang berkembang di masyarakat manakala pengurus partai dan politisi menghadiri suatu pertemuan – yakni kursi kosong dan banyak yang berkirim-kiriman SMS, peserta Pertemuan Nasional Forum Politisi nampak bisa bertahan duduk di tempat. Mereka jarang terlihat mondar-mandir keluar masuk ruangan dan nampak berdebat secara serius dan keras tetapi dalam atmosfer yang konstruktif. Hampir tidak ada peserta yang "bermain HP" dengan menulis SMS. Jumlah peserta dari awal hingga akhir pertemuan nyaris tidak berkurang, dan masing-masing peserta dapat mengemukakan pendapat, ide serta harapanharapannya dengan tenang dalam waktu yang cukup. Banyak hal telah ditemukan atau diidentifikasi dari serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Forum Politisi, yang berpuncak pada Pertemuan Nasional tersebut. Mengingat adanya kebutuhan untuk mempublikasikan hasil-hasil kerja Forum Politisi – seperti yang diusulkan oleh anggota Forum dan peserta Pertemuan Nasional – Sekretariat memutuskan untuk mempublikasikan hasil-hasil identifikasi masalah dan gagasan-gagasan penanganan masalahnya saja.
Karena itu, materi yang terkandung di dalam buku ini lebih merupakan kompilasi dari berbagai temuan yang merupakan identifikasi masalah dan gagasan penanganan masalah dari beberapa tema yang telah dibahas, baik di dalam workshop, pertemuan kerja rutin maupun pertemuan nasional. Masalah masalah yang telah berhasil diidentifikasi adalah tidak jelasnya peraturan partai tentang fund rising; ketidakberdayaan bendahara partai; tidak jelasnya mekanisme penyelesaian konflik internal partai; program-program partai yang belum menyentuh kebutuhan masyarakat; rekrutmen anggota dan seleksi kandidat yang belum dilakukan secara terencana dan sistematis; lemahnya infrastruktur pendukung politisi dalam menjalankan tugasnya. Di samping itu masih banyak identifikasi masalah dari berbagai tema bahasan kelompok kerja Pertemuan Nasional, yang dapat dibaca dalam buku ini.
Di samping mengidentifikasi masalah-masalah, Pertemuan Nasional juga menguraikan gagasan-gagasan penanganan masalahnya. Di antaranya, diperbolehkannya partai politik mempunyai badan usaha (perubahan UU), bendahara partai sebaiknya diberi mandat politik oleh kongres partai; didirikannya badan penanganan konflik internal partai yang indipenden, pengadaan staf ahli yang mampu melakukan investigasi ke lapangan; perlunya mengembangkan sayap partai, melakukan kaderisasi partai secara periodic untuk mempermudah proses seleksi kandidat; pembuatan posko/sekretariat di daerah-daerah pemilihan, dan inventarisasi aset-aset partai.
Beberapa gagasan tentang penanganan masalah bahkan telah diurai menjadi contoh-contoh konkret, yakni menjadi peraturan partai. Karena itu, setelah pemaparan identifikasi masalah dan gagasan penanganannya, dilampirkan pula contoh-contoh peraturan partai tentang "Keuangan dan Perbendaharaan Partai“, "Tatacara Penyerapan Aspirasi dan Hubungan
dengan Konstituen“, "Keanggotaan Partai Politik“, "Mekanisme Seleksi Calon Anggota Parlemen“, dan "Penyelesaian Konflik Internal Partai".
Untuk melakukan perubahan di dalam partai politik diperlukan waktu yang memadai, materi dan referensi yang mencukupi, dukungan infrastruktur dan suprastruktur yang kuat, serta kerja-kerja riil dari para politisi dan aktivis partainya. Perubahan dapat dilakukan dan dimulai dari perorangan. Berangkat dari pemikiran itu, di dalam buku ini juga dilampirkan "Tip bagi Politisi". Tip ini dimaksudkan untuk memberikan inspirasi dan dorongan bagi setiap orang yang ingin melakukan perubahan untuk penguatan partai politik dan parlemen.
Materi di dalam buku ini merupakan hasil bahasan dan bahan-bahan bahasan dari workshop, pertemuan kerja rutin dan Pertemuan Nasional Forum Politisi. Khusus pada materi diskusi kelompok kerja pengembangan internal partai, identifikasi masalah dan gagasan-gagasan pemecahan masalahnya diintegrasikan ke dalam lima tema yang lain.
Partai politik merupakan salah satu elemen yang sangat sentral dalam demokrasi. Dalam teori
demokrasi dan juga dalam pengalaman riil negara-negara di Eropa dan Amerika Utara, partai-partai dapat berfungsi sebagai ”jembatan” antara masyarakat dan institusi-institusi negara. Partai politik adalah suatu organisasi yang karakter utamanya adalah kekuasaan. Agar mampu menjalankan fungsi-fungsinya, partai politik bertujuan memegang kekuasaan karena hanya kalau mempunyai kekuasaan politik, partai dapat mengimplementasikan kebijakan-kebijakannya.
Hidup-mati suatu organisasi, termasuk partai politik, sangat ditentukan oleh kemampuan pendanaannya. Dibutuhkan uang untuk membangun infrastruktur, untuk menjalankan aktivitas rutin, dan untuk membiayai aktivitas menjelang pemilu. Dana partai pada umumnya bersumber dari iuran anggota, aktivitas bisnis partai, sumbangan, dan subsidi negara. Agar partai-partai politik dapat bekerja secara efektif dan berkelanjutan (sustainable) harus membangun suatu sistem pendanaan yang:
1. Memberikan akses terhadap dana yang mencukupi untuk menjalankan semua aktivitas partai;
2. Tetap menjamin kemandirian partai dan tidak menghambat proses institusionalisasi.
Hanya dengan sistem pendanaan yang memadai partai politik dapat menjadi aktor yang mandiri, tidak tergantung dari para donatur atau dari sumbangan pemerintah. Maka, partai politik harus berusaha mencari sumber dana yang bermacam-macam supaya pengaruh donatur tertentu terhadap keputusan-keputusan partai tidak terlalu besar. Partai politik membutuhkan peraturan baku yang mengikat dan yang mendorong transparansi dan akuntabilitas, baik partai terhadap publik maupun pimpinan partai terhadap anggotanya.
Pada workshop pertama, beberapa rekomendasi untuk meningkatkan sistem keuangan partai politik dapat dihasilkan. Pada dasarnya semua peserta workshop sependapat bahwa pendanaan partai politik harus menjamin kemandirian serta institusionalisasi dan keberlanjutan (sustainability) partai. Lebih lanjut pengelolaan keuangan harus berdasarkan sifat antikorupsi serta transparansi dan akuntabilitas. Hanya dengan cara seperti ini partai-partai politik mampu menjalankan fungsi-fungsinya secara benar dan memberikan kontribusi positif terhadap proses demokratisasi. Tentu saja political will dari partai-partai politik sangat dibutuhkan agar tujuan tersebut dapat dicapai.
Sistem keuangan partai politik yang transparan dan akuntabel hanya dapat diwujudkan kalau ada dorongan baik di internal partai maupun dari luar melalui perundang-undangan yang mempunyai perspektif antikorupsi. Maka dari itu, peserta workshop menghasilkan dua set rekomendasi, yakni untuk internal dan eksternal.
Rekomendasi di bawah ini merupakan hasil diskusi dari Kelompok Kerja I Pertemuan Nasional Forum Politisi.
Regulasi Undang-undang Partai Politik
1. Dalam undang-undang harus diatur dengan tegas tentang sanksi bagi pelanggarnya (tidak sekadar mendapatkan peringatan saja).
2. Membuka kemungkinan bagi partai politik untuk mendirikan badan usaha
milik partai politik.
3. Memasukkan aturan-aturan yang menjamin akses publik terhadap laporan
keuangan parpol.
4. Selain partai memperoleh bantuan dana pembinaan partai, juga memperoleh
bantuan dana operasional partai sampai ke tingkatan kabupaten kota.
5. Status kepemilikan aset partai harus atas nama partai.
Pada dasarnya mekanisme hubungan partai politik dengan masyarakat sederhana. Partai politik membutuhkan suara pemilih dalam pemilu umum. Maka partai politik terpaksa harus memperhatikan keinginan para pemilih sebelum mengambil keputusan mengenai program dan kebijakan partai. Artinya, politisi harus mencari informasi tentang kesulitan dan masalah yang sedang dihadapi masyarakat serta kepentingan dan preferensi pemilih. Kemudian partai dapat menawarkan suatu program politik yang membicarakan persoalan-persoalan yang aktual. Dalam kompetisi multipartai, yang dibutuhkan partai politik adalah responsiveness; kemampuan untuk mendengar dan menjawab. Tanpa mekanisme pengelolaan hubungan dengan masyarakat yang responsif, partai politik tidak dapat memaksimalkan hasil di dalam pemilu.
Pengelolaan hubungan dengan masyarakat juga penting bagi keberlangsungan dan survival partai politik sebagai organisasi sosial. Seluruh organisasi berusaha menstabilkan dan mengontrol lingkungannya. Lingkungan yang sangat sentral bagi partai politik adalah konstituennya. Hubungan dan komunikasi dengan masyarakat yang konsisten dan dua arah dapat merupakan stabilisator bagi partai, sebab pemilih merasa lebih akrab dan terikat pada partai dan akan memberikan kontribusi kepadanya. Maka, partai politik harus berusaha membangun hubungan dengan konstituen yang stabil dan berjangka panjang. Agar hubungan dengan konstituen dapat didirikan dan dikelola dengan baik, partai harus mengembangkan pemahaman ideologi dan nilai-nilai dasar partai dan membangun (infra) struktur partai.
Ideologi dan nilai-nilai merupakan pondasi hubungan partai politik dengan konstituen. Lebih lanjut ada tiga pilar, yaitu sumber daya manusia, prosedur dan mekanisme internal partai, dan sumber daya finansial. Partai harus membangun ideologi sebagai landasan pemikiran dan program partai. Kalau ada ideologi dan nilai-nilai yang jelas, partai dapat mengidentifikasi kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki kurang lebih satu kesamaan dengan ideology yang mau dikembangkan partai tersebut: Baru setelah itu dilakukan pengorganisasian.
Kemudian pengembangan program dapat dijalankan. Ideologi dan nilai-nilai dihadapkan pada semua masalah untuk mengembangkan tawaran solusi atas masalah-masalah, baik masalah ekonomi, sosial, antaragama, atau masalah yang lain. Ini yang akan membuat ideologi secara terus menerus applied atau hidup. Ini menjadi siklus, sehingga ini menjadi gerak spiral ke atas.
Hubungan Partai dengan Konstituen di Indonesia
1. Lemahnya pemahaman ideologi dan sistem nilai partai, sehingga ketika timbul suatu persoalan, tidak terlihat adanya perbedaan yang substansial antara partai satu dan yang lainnya dalam menyelesaikan masalah tersebut. Padahal ketika ideologi menjadi suatu sistem nilai, seharusnya berdampak pada cara berpikir dan menyelesaikan persoalan. Efek dari lemahnya ideologi ini membuat partai menjadi pragmatis. Tidak mengherankan bahwa akhirnya konstituen menjadi lebih pragmatis juga dan punya kecenderungan memilih figur berdasarkan kedekatan, atau yang banyak uang dan sumbangannya.
2. Hubungan partai dengan konstituen sudah terjebak pada pola hubungan jualbeli/ transaksional antara buyer dan seller. Untuk mendapatkan suara dalam pemilu, parpol membeli konstituen lewat uang, sembako, kaos, pembangunan masjid, pembangunan jalan dan lain-lain.
3. Hal ini dilestarikan oleh hubungan anggota dewan dengan konstituennya, yang terhanyut dalam pola politik sejenis pascapemilu. Alih-alih membuat desain keputusan politik yang merupakan terjemahan dari aspirasi dan kepentingan Ideologi.